SEJARAH PETOJO : TANAH PANGLIMA PERANG KERAJAAN BONE
Adapun asal usul nama Petojo memiliki dua versi, yaitu: versi pertama, menurut informasi penduduk setempat, daerah tersebut dinamakan Petojo karena dahulunya di Jalan Suryopranoto sekitar tahun 1920-an terdapat pabrik es Belanda dengan nama Petojo Ijs. Pabrik es tersebut merupakan pabrik es yang terbesar di wilayah Jakarta. Depot Es Petodjo – yang awalnya dibuat di daerah Petodjo Jakarta, namun dengan meluasnya daerah jajahan Belanda, pabrik es tersebut menyebar di Cilacap, Jogjakarta, dan beberapa daerah lain.
Versi kedua menurut ahli sejarawan, Petojo berasal dari nama seorang panglima perang orang – orang Bugis bernama Aru Petuju yang pada tahun 1663 diberi hak pakai kawasan tersebut dan dipetakan dalam peta Betawi buatan abad ke-19 sebagai “Patojoe Land”. Perubahan dari petuju menjadi petojo tampaknya lazim di Batavia pada waktu itu, seperti halnya kata pancuran, kemudian diucapkan jadi pancoran.
Beberapa tahun sebelum bermukim di kawasan yang terletak di sebelah barat Kali Krukut itu, Aru (Arung) Petuju bersama dengan Pangeran dari Bone Aru (Arung) Palaka, menyingkir ke Batavia, setelah gagal melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Sultan Hasanuddin dari kerajaan Gowa, yang telah lama dilakukannya. Dengan demikian terjalinlah kerjasama antara Aru Palaka dengan Belanda dalam menghadapi Sultan Hasanuddin. Kerjasama antara dua kekuatan itu berhasil mengakhiri kekuatan Gowa atas Bone. Sultan Hasanuddin terpaksa harus menerima kenyataan, bahwa VOC akan memegang monopoli perdagangan di Sulawesi Selatan.
Setelah Aru Palaka meninggal dunia, sebagian anak buahnya ikut menjadi “repatriasi” ke Betawi. Mereka menjadi mesin perang di berbagai peperangan seperti di Jampang, Siam (Thailand), Ceylon, Persia, Ternate, Ujung Timur Jawa dan Jawa Tengah.
Petojo Enclek
Sekitar tahun 1930-an, daerah yang sekarang dinamakan Petojo Enclek (Enclave) merupakan tangsi tentara dan kuburan Belanda yang tempatnya terpisah dengan lain. Dahulu di sebelah Petojo Enclek sampai Jalan Kesehatan, daerahnya disebut kampung Pabuaran karena penghuninya berasal dari daerah luar. Adapun nama Petojo Sawah di Sangiran kota. Daerah Petojo sawah ini kemudian dipecah menjadi dua bagian yaitu:
a. Petojo Sawah Utara, wilayahnya dari Jl. Tangerang sampai Jl. Ketapang
b. Petojo Sawah Selatan, wilayahnya dan Jl. Tangerang sampai Jl. Tarakan
Di sebelah utara Jl.Tangerang terdapat daerah yang bernama Petojo Ilir dan wilayah di sebelah selatan Jl. Tangerang disebut Petojo Udik.
Petojo Binatu
Nama Petojo Binatu diambil dari pekerjaan penduduk yang ada di sana menjadi tukang cuci dan keringkan pakaian. Pada waktu itu di Petojo Binatu ada tiga tempat Binatu yang terkenal dikelola oleh orang-orang dari dari daerah Tangerang yaitu Binatu Lilang, Binatu Asli, dan Binatu Baspangin. Dahulu kampung Petojo dialiri oleh dua sungai yaitu sungai Palis dan sungai Cideng. sungai Palis mengalir di sepanjang Jl. Kesehatan dan Jl. AM. Sangaji. Sedangkan sungai Cideng mengalir dari Jati Baru ke daerah Cideng. Sungai-sungai ini dipakai untuk membawa getek-getek bambu dari Tanah Abang ke Tanah Sareal.
Salam, pentingnya sejarah untuk masa depan, kes yang dulu patut dikaji ada hikmahnya.
ReplyDeletepelajaran sejarah penting, tidak hanya tulisan belaka,
ReplyDeleteAku cukup familiar sama daerah Petojo mbak, karna dulu adikku kerja & kos di daerah sana, aku sering main kesana hihihi
ReplyDeleteAku sampe Googling dulu Petojo daerah mana di Jakarta mba 🤣. Makluuum, buta arah banget kalo aku. Petojo sering denger, tapi ditanya itu di mana, langsung blank 🤣
ReplyDeleteJadi tau sejarahnya deh setelah baca ini 👍. Suka baca tulisan mba Naia ttg sejarah2 Bbrp tempat . Moga2 ntr ada sejarah Rawamangun tempat aku tinggal 😄
ooo perkataan Petojo tu dari belanda rupanya. saya ingatkan perkaan jawa
ReplyDeletePatojo nama daerah di kabupaten Soppeng...jadi benar arung patojo sebagai pengikut arung Palakka membawa daerah nya ke Batavia...
ReplyDelete